Pada masa keputeraan Gwanggaeto, Goguryeo tidak sekuat dulu. Pada tahun 371, tiga tahun sebelum keputeraan Gwanggaeto, kerajaan Baekje Korea yang menjadi saingannya, di bawah kepemimpinan Geunchogo, mengalahkan Goguryeo, membunuh raja Gogukwon dan menewaskan Pyongyang.[23][24] Baekje menjadi salah satu kuasa dominan di Asia Timur. Pengaruh Baekje tidak hanya terbatas di semenanjung Korea, tetapi meluas ke seberang laut hingga ke Liaoxi dan Shandong di China, memanfaatkan keadaan Qin Awal yang lemah, dan Kyushu di kepulauan Jepun.[25] Goguryeo cenderung untuk menghindari konflik dengan jirannya yang tidak menyenangkan,[26] ketika menjalin hubungan konstruktif dengan Qin Awal,[27] Xianbei, dan Rouran, untuk mempertahankan dirinya dari pencerobohan pada masa depan dan meluangkan masa untuk membentuk semula struktur perundangannya dan untuk memulakan pembaharuan ketenteraan.[28]

Pengganti Gogukwon, Sosurim, menerapkan dasar luar negeri untuk menenangkan dan berdamai dengan Baekje,[26] dan menumpukan perhatian pada dasar domestik untuk menyebarkan agama Buddha ke seluruh sistem sosial dan politik Goguryeo.[29] Selanjutnya, disebabkan kekalahan yang dialami Goguryeo di tangan proto-Mongol Xianbei dan Baekje, Sosurim melancarkan reformasi ketenteraan yang bertujuan untuk mencegah kekalahan tersebut pada masa depan.[28] Percaturan dalaman Sosurim telah meletakkan asas untuk pengembangan Gwanggaeto kemudiannya.[1]

Pengganti Sosurim, Gogukyang, menyerang Yan Akhir, negara pengganti Yan Awal, pada tahun 385 dan Baekje pada tahun 386.[30][31]